Jumat, 25 Januari 2013

TRADISI MASYARAKAT JAWA KARO DAN MELAYU PADA MASA NIFAS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

 Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia. Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu nifas yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain untuk keperluan masyarakat (Prasetyo. 2004).

Suatu kepercayaan tradisional dari pemikiran ada sisi baik dan tidaknya (pengaruh kepercayaan tradisional), namun permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada seorang Ibu pada masa kehamilan adalah masalah gizi. Kegiatan ibu hamil sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Apabila kurangnya asupan energi dari makanan, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Karena adanya kepercayaan dan pantangan terhadap beberapa makanan, sehingga anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang masih minim pengetahuan mengenai kehamilan, melahirkan dan menyusui.

Kebudayaan tersebut tidak dapat dihilangkan, salah satu alasan yang kuat dikarenakan pembuktian terhadap beberapa mitos hingga kepercayaan Ibu Nifas benar adanya. Namun di sisi lain, terdapat beberapa kepercayaan/mitos yang sama sekali tidak membawa dampak positif bagi Ibu Nifas hingga bayi baru lahir.

 


BAB II 
PEMBAHASAN


A. Pengertian Masa Nifas
Menurut para ahli, Masa Nifas adalah :
  1. Periode post natal adalah waktu penyerahan dari selaput dan plasenta (menandai akhir dari periode intrapartum) menjadi kembali ke saluran reproduktif wanita pada masa sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium (Varney, 1997, hal. : 549).
  2. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan dan pengembalian alat-alat kandungan. Proses masa nifas berkisar antara 6 minggu atau 40 hari. (Jenny Sr, 2006, hal. : 7).
Secara umum, Masa nifas (Puerperium) atau Periode Post natal adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu.

Nifas dibagi dalam 3 periode :
  1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
  2. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
  3. Remute Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila berminggu-minggu bulanan atau tahan.

B. Kebutuhan masa nifas.
  • Fisik
          Istirahat,makanan bergizi,udara segar,lingkungan yang bersih.
  • Psikologi
          Distres waktu persalinan segera di stabilkan dengan sikap badan atau keluarga yang menunjukan  
          simpati,mengakui,menghargai,sebagai mana adanya.
  • Social
          - Menemani ibu bila kelihatan kesepian
          - Ikut menyayangi anaknya
          - menangapi bila memperhatikan kebahagiaan
          - Menghibur bila terlihat sedih.
  • Kebutuhan Gizi Yang Perlu diperhatikan :
          1. Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya          2. Banyak minum, setiap hari harus minum lebih dari 6 gelas
          3. Makan makanan yang tidak merangsang, baik secara termis, mekanis atau kimia untuk menjaga
              kelancaran pencernaan
         4. Batasi makanan yang berbau keras (tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung
              nikotin serta bahan pengawet atau pewarna)
         5. Gunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI, misalnya sayuran hijau.


C. Tradisi Masyarakat Jawa pada Masa Nifas

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Secara tradisional, upaya perawatan masa nifas telah lama dilakukan dengan berdasar kepada warisan leluhur dan hal tersebut bervariasi sesuai adat dan kebiasaan pada masing-masing suku, misalnya saja suku Jawa yang memiliki aneka perawatan selama masa postpartum. Namun, tidak semua perawatan yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa tersebut dapat diterima bila ditinjau dari aspek medis. Oleh sebab itu, informasi tentang perawatan masa nifas pada suku Jawa merupakan salah satu aspek penting diketahui para pelayan kesehatan untuk lebih memudahkan memberikan pendekatan dalam pelayanan kesehatan. Adapun tradisi perawatan masa nifas menurut adat Jawa meliputi:

1) Perawatan pemeliharaan kebersihan diri, terdiri dari: mandi wajib nifas, irigasi vagina dengan menggunakan rebusan air daun sirih, dan menapali perut sampai vagina dengan menggunakan daun sirih

2) Perawatan untuk mempertahankan kesehatan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian pilis, pengurutan, walikdada, dan wowongan,

3) Perawatan untuk menjaga keindahan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian parem, duduk senden, tidur dengan posisi setengah duduk, pemakaian gurita, dan minum jamu kemasan

4) Perawatan khusus, terdiri dari: minum kopi dan minum air jamu wejahan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi petugas pelayan kesehatan khususnya bidan untuk mempermudah memberikan pelayanan tanpa mengabaikan aspek sosiokultural.


D. Tradisi Masyarakat Karo pada Masa Nifas

Pada budaya Karo perawatan postpartum dilakukan dumbarat yaitu tidur dekat api yang telah dipasang di dapur rumah adat atau rumah yang terdiri dari delapan keluarga yang berfungsi untuk memanasi tubuh ibu yang berlangsung selama dua atau tiga minggu. Kemudian ibu diberi makanan bubur nasi yang dibubuhi garam serta merica berfungsi agar air susu ibu menjadi banyak (Tarigan, 1990, hal. 61).

Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan, tidak semua perawatan yang dilakukan menurut kebudayaan tersebut dapat diterima sepenuhnya karena tidak semua dapat menguntungkan bagi ibu dan bayinya sehingga sangat perlu perhatian untuk mengatasinya (Swasono, 1998).


Masyarakat Karo yang menggunakan penurungi yaitu campuran sirih, pahing, merica, dan bawang putih untuk menyehatkan seluruh tubuh, memulihkan tenaga, dan memperlancar darah kotor dan dianjurkan mengkonsumsi bubur silada hitam, daun katu dan jantung pisang untuk memperkental dan memperlancar ASI.


 
E. Tradisi Masyarakat Melayu pada Masa Nifas

Suku Melayu yang sudah berpengalaman dan pernah menjalankan ritual kebudayaan Melayu dalam perawatan masa nifas, peneliti dapat mengetahui ada beberapa cara perawatan yang dilakukan setelah melahirkan (selama masa nifas) seperti pantangan perilaku yakni tidak boleh keluar rumah selama 40 hari, perilaku khusus yang dilakukan seperti keramas setiap hari selama seminggu dan bilasan air terakhir diteteskan ke mata, memakai pilis di kening, dan ada juga pantangan makanan seperti tidak boleh makan kangkung, genjer, ikan, daging, nangka, es serta makanan yang pedas-pedas. Ada juga beberapa ramuan tradisional yang suku Melayu pakai seperti pati jahe, pati kencur dan pati kunyit. Dari segi praktek perawatan seperti pemeliharaan kebersihan diri dalam suku Melayu wajib mandi wiladah dan perawatan khusus yang dilakukan seperti menggunakan daun sirih untuk membersihkan alat kemaluan dan memakai bengkung yang sebelumnya diolesi tapel dengan daun jarak atau daun mengkudu.



F. Faktor-Faktor Pemicu Kebudayaan Ibu Nifas

1. Faktor predisposisi yang meliputi:
    a. Pengetahuan
        Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak 
        didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang hanya setengah justru lebih berbahaya daripada tidak
         tahu sama sekali, kendati demikian ketidaktahuan bukan berarti tidak berbahaya.
     b. Pendidikan
         Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan
         pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya
         pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak 
         akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantanng makanan
      c. Pengalaman
          Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan tindakan sesorang dalam melakukan sesuatu hal. 
          Adanya pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka ibu akan mempunyai perilaku yang
          mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang dahulunya
          mengalami masalah baik pada dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka ibu nifas tidak
          akan melakukan pantang makanan kembali pada masa nifas berikutnya.
      d. Pekerjaan
          Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan
          mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan 
          ibu yang bekerja menyebabkan ibu mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi dengan rekan
          kerja tentang pantang makanan.
       e. Ekonomi
           Status ekonomi merupakan simbol status sosial di masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan
           kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu
           hamil. Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu nifas untuk melakukan
           tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kesehatan.
       f. Budaya
          Menjalankan ritual yang menyatakan tentang hubungan, kekuatan, dan keyakinan. Derajat keyakinan.
          Derajat keyakinan budaya khusus dan perilaku yang ada dalam kehidupan keluarga dfikaitkan
          dengan lama waktu kieluarga tersebut ada di dalam syatu komunitas, komposisi komunitas, dan jarak
          geografik, serta bersifat sementara dari keluarga besar dan komunitaas asal. Lingkungan sangat
          mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang mana masih melekatnya budaya tarak dari nenek
          moyang. Dan sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa nifas. Adapun keadaan
          keluarga yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya dengan budaya
          tarak yang memang sudah turun temurun dari nenek moyang.

2. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas –
    fasilitas atau sarana – sarana kesehatan. Misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.

3. Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang
     merupakan kelompok retefensi dari perilaku masyarakat. (Paath, 2005).


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan


Berdasarkan penjelasan akan budaya ibu nifas yang telah dijelaskan dalam Makalah ini, maka dapat kita ambil kesimpulan, sebagai berikut :
  1. Masa nifas (Puerperium) atau Periode Post natal adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu
  2. Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu : Puerperium dini, Puerperium Intermedial, Remute Puerperium.
  3. Kebutuhan Ibu dalam masa nifas, terdiri atas kebutuhan : Fisik, Psikologi, Social, Kebutuhan Gizi.

Suku Jawa termasuk suku terbesar jumlahnya di Indonesia. Suku bangsa Jawa mengenal upacara sehubungan dengan kehamilan. Selamatan ini dimulai sejak bulan pertama sampai bulan ke sembilan bahkan sampai bulan kesepuluh apabila ada kehamilan mencapai sepuluh bulan.

Budaya Jawa juga memiliki mitos-mitos mengenai Ibu pada masa kehamilan, bersalin dan nifas. Mitos ini ada yang dapat dibenarkan tapi lebih banyak mitos yang tidak benar bahkan dapat dikatakan bahwa mitos ini merugikan dan membahayakan bagi ibu hamil, janin dan bayi.






3.2. Saran
  1. Kita harus selektif dalam menghadapi segala budaya-budaya yang telah lama berkembang dalam masyarakat.
  2. Budaya yang berkembang dalam masyarakat tidak selamanya merugikan bagi dunia kesehatan ,adapula yang bermanfaat maka dari itu perlunya bagi kita untuk melestarikan budaya-budaya yang bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
  3. Perbedaan budaya-budaya dalam masyarakat janganlah di jadikan sekat pemisah antar masyarakat.
  4. Sebagai tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita memperhatikan adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini bermanfaat bagi bidan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat sehingga masyarakat dengan mudah percaya dan menerima apa yang diberikan oleh bidan. Karena terkadang sebagai tenaga kesehatan, bidan mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan yang bertentangan dengan adat istiadat dan budaya setempat.

Baca selengkapnya BEN JAYA Public Computer Service: Januari 2013
SELAYANG PANDANG BUMI LANGKAT BERSERI

Sebutan Langkat diambil dari nama sebuah pohon yang bernama Langkat, buahnya kelat mirip dengan pohon langsat yang biasa tumbuh dipinggiran sungai. Saat ini pohon Langkat sudah jarang didapati.Pada masa Pemerintahan Belanda. Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat dibidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh:

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen stuktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah Luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa. Pemerintahan Luhak dipimpin secara Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk jabatan kepala Kejuruan /Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja didaerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak.
  1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil.Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu; Kejuruan Selesai, Kejuruan Bahorok, Kejuruan Sei Bingai, Distrik Kuala, Distrik Salapian. 
  2. Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jabak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 Kejutruan dan 4 distrik yaitu: Kejuruan Stabat,Kejuruan Bingei, Distrik Secanggang, Distrik Padang Tualang, Distrik Cempa,Distrik Pantai Cermin.
  3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan diPangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruandan dua.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Sumatra dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr. T. M. Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residenya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Asisten Wedana (camat)sebagai perangkat akhir. Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati KDH.Tingkat II Langkat dipegang oleh Care Taker (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dandim 0203 Langkat. Secara berturut-turut jabatan Bupati KDH. Tingkat II Langkat dimulai dari Tahun 1945 s/d sekarang sbb :

  1. Tengku Amir Hamzah : 1945-1946M.
  2. Nasib Nasution (Pit) : 1946
  3. Wiji Alfisah (Pit) : 1946 
  4. Adnan Nur Lubis :1946 - 1948 
  5. Sutan Naposo Parlindungan (Pit) : 1948 
  6. Tengku Matseh (Pit) : 1948 -1949 
  7. H. OK.Salamudin : 1949 -1954 
  8. T. Ubaidilah (Pit) 1955-1956 
  9. Netap Bukit : 1956 -1965 , 
  10. Sukardi (Pak Wongso) (Pit) : 1956 -1966 
  11. Letkol. Suryo Sutikno (Pit) : 1966 
  12. Letkol. Ismail Aswin : 1966 -1974 
  13. Letkol. Iscad Idris : 1974 -1979 
  14. Letkol. HR.Moelyadi : 1979 -1984 
  15. Kol. H. Marzuki Herman : 1984 -1989 
  16. Kol. H. Zulfirman Siregar : 1989 - 1994 
  17. Drs. H. Zulkifli Harahap : 1994 -1998 
  18. H. Abd. Wahab Dalimunthe (Pit) : 1998 -1999 
  19. H. Syamsul Arifin, SE : 1999 – 2008 
  20. Drs. H. A. Yunus Saragih, MM : 2008 - 2009 
  21. H. Ngogesa Sitepu, SH : 20 Februari 2009 s/d sekarang

Terbentuknya Kabupaten Langkat berdasarkan ahli sejarah yakni pada Tanggal 17 Januari 1750, sehingga setiap tahun pada tanggal tersebut selalu diperingati sebagai Hari Jadi Langkat.

Berikut ini adalah Foto-foto Mantan Bupati Langkat. Mohon maaf yang lain belum didapat dokumentasinya :

Tengku Amir Hamzah (1945-1946)

  Letkol Ismail Aswin (1966-1974)

 

Letkol Iscad Lubis (1974-1979)

Letkol H. R. Mulyadi (1979-1984)

Kol. H. Marzuki Herman (1984-1989)

 Kol. H. Zulfirman Siregar (1989-1994)

Drs. H. Zulkifli Harahap (1994-1998)

H. Abd. Wahab Delimunte, SH (1998-1999)

H. Syamsul Arifin, SE (1999-2008)

Drs. H. H. A. Yunus Saragih, MM (2008-2009)

 H. Ngogesa Sitepu, SH (2009-Sekarang)

Baca selengkapnya BEN JAYA Public Computer Service: Januari 2013